Larangan Buruk Sangka Kepada Orang Lain

Larangan Buruk Sangka Kepada Orang Lain, agama Islam mengajarkan kepada kita untuk berbaik sangka. Namun, bukan berarti Islam melarang kita untuk bersikap waspada atau berhati-hati dalam menyikapi situasi. Jika kita berada di dalam lingkungan orang-orang shaleh, kenapa kita harus berburuk sangka terhadap mereka. Jika ada yang mengetuk pintu rumah kita dan kita yakin bahwa yang mengetuk itu adalah saudara kita yang baik akhlaknya, kenapa tidak kita ajak mereka untuk masuk dan berbincang di dalam rumah kita?

Begitu juga sebaliknya. Jika lingkungan sekitar kita terkenal dengan kejahatan dan kemaksiatan, maka sebaiknya kita mewaspadai segala bentuk situasi yang ada. Bersikap hati-hati itu perlu, tapi tidak berarti kita harus berburuk sangka pada orang di sekitar kita. Namun, Kita pun perlu berhati-hati, jangan sampai kita beranggapan bahwa orang lain telah berburuk sangka kepada kita. Karena jika demikian, maka kitalah yang telah berburuk sangka kepadanya.

Siapapun bisa terjangkit penyakit hati ini. Oleh karenanya, jika kita ingin terhindar dari kebiasaan berprasangka buruk terhadap sesuatu atau seseorang, bahkan berprasangka buruk terhadap Allah Swt, cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah berbaik sangka.


Tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt. Jika niat kita untuk memperbaiki diri itu kuat, disertai dengan usaha maksimal, maka bukan mustahil kita akan hidup dalam kebahagiaan tanpa ada prasangka buruk. Melatih diri untuk mencari seribu satu alasan positif dalam memaklumi sikap atau perilaku orang lain adalah salah satu cara agar kita terhindar dari buruk sangka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” ( HR.  Bukhari dan Muslim  )

Sebuah hikayah pada masa kekhalifahan Sayidina Umar bin Khatab adalah khalifah yang selalu berjalan tengah malam untuk mengetahui keadaan kota dan keadaan rakyatnya. Dengan inspeksi langsung inilah amirul mukminin kedua ini dapat mengetahui kondisi rakyatnya secara sebenar-benarnya. Masa telah lewat malam saat beliau melewati sebuah rumah yang dari luar terdengar seorang pria di dalam rumah yang sedang asyik tertawa. Semakin beliau mendekat, beliau juga mendengar suara gelak tawa wanita.

Khalifah Umar bin Khatab mengintip rumah tersebut lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut. Beliau menghardik pria tersebut dengan berucap:
“Hai hamba Allah! Apakah kamu mengira jika Allah akan menutup aib dirimu sedangkan kamu berbuat maksiat!!”

Pria yang dihardik tersebut tetap tenang dengan lalu menjawab tuduhan sayidina Umar  ra dengan berkata:
“Wahai Umar, jangan terburu-buru, mungkin hamba melakukan satu kesalahan, tapi anda melakukan tiga kesalahan,” jawab pria itu. Umar bin Khatab hanya terpaku, si pria meneruskan bicara.

“Yang pertama, Allah berfirman: jangan kamu (mengintip) mencari-cari kesalahan orang lain (Al Hujurat:12) dan anda telah melakukan hal tersebut dengan mengintip ke dalam rumah hamba,” kata pria tersebut.

“Yang kedua, Allah berfirman: masuklah ke rumah-rumah dari pintunya (Al Baqarah: 189) dan anda tadi menyelinap masuk ke dalam rumah hamba melalui jendela,” papar pria tersebut.

“Dan yang ketiga, anda sudah memasuki rumah hamba tanpa ijin, padahal Allah berfirman: jangan kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin (An-Nur: 27),” lanjut si pria

Menyadari bahwa dirinya juga salah, Sayidina Umar Ra lantas berkata, “apakah lebih baik disisimu jika aku memaafkanmu?” lantas pria tersebut menjawab, “Ya, amirul mukminin”. Umar pun memaafkan pria tersebut dan berpamitan pergi dari rumah tersebut.

Dari cerita diatas, dapat kita tengok bahwa seorang imam besar, pemimpin umat seperti amirul mukiminin Umar bin Khatab Ra yang tersohor tersebut mau mendengarkan nasehat orang lain, bahkan orang yang bersalah. Nasehat itu tidak perlu dilihat siapa yang berkata, namun harus dilihat apa yang dinasehatkan. Selain itu kita juga harus selalu mengembangkan prasangka baik kepada siapapun, terutama saudara sasama muslim.

Janganlah mencari-cari kesalahan mereka. Misalnya, tidak berjumpa di pengajian, kita sudah berpikir bahwa ia lalai dari mengingat Allah, tidak jumpa di shalat Jum’at, ia kita anggap mementingkan dunia. Bahkan ketika kita melihat pria sedang bersenda gurau dengan lawan jenis, kita anggap bahwa dia telah terkunci mata hatinya. Dengan prasangka seperti itu, bisa jadi kita telah melakukan kesalahan yang lebih besar dibandingkan saudara kita tersebut. Oleh karena itu mari kita kembangkan sikap berprasangka baik kepada siapapun.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Larangan Buruk Sangka Kepada Orang Lain"

Posting Komentar